BANDUNG – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, membongkar praktik manipulasi anggaran yang dilakukan sebagian aparatur sipil negara (ASN) melalui rekayasa Surat Pertanggungjawaban (SPJ) kegiatan dinas.
Dedi menyebut, banyak ASN yang menyalahgunakan anggaran rapat dan perjalanan dinas dengan membebankan biaya fiktif atau mark-up melalui kegiatan di hotel dan restoran.
“Ini bukan soal rapat, tapi soal pola pikir. Banyak ASN menjadikan SPJ sebagai lahan akal-akalan. Ini penyakit birokrasi yang harus dihentikan,” ujar Dedi, Sabtu (15/6).
Larang Rapat di Hotel, Instruksikan Gunakan Fasilitas Kantor
Dedi secara tegas melarang seluruh pemerintah kabupaten/kota di bawah otoritasnya menggelar rapat resmi di hotel atau restoran.
Ia meminta seluruh kegiatan forum koordinasi, diskusi antar-instansi, hingga evaluasi kebijakan dilakukan di gedung milik pemerintah.
“Gunakan aula kantor yang sudah dibangun dari APBD. Jangan anggap rapat sebagai kesempatan pelesiran dan ngabisin anggaran,” katanya.
Anggaran Dialihkan ke Sektor Publik Prioritas
Menurut Dedi, dana untuk kegiatan non-esensial seperti rapat dan perjalanan dinas seharusnya dialihkan ke pembangunan sektor prioritas yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Dana itu lebih bermanfaat jika digunakan untuk membangun sekolah, memperbaiki puskesmas, atau menambah bantuan sosial. Rakyat tidak butuh ASN yang rajin rapat, tapi tak menghasilkan dampak,” tegasnya.
Pakar: Rapat Dinas Jadi Ladang Penyimpangan Sistemik
Pakar administrasi publik dari Universitas Padjadjaran, Dr. Eko Prasetyo, menyebut kebijakan Dedi sebagai bentuk koreksi terhadap tata kelola anggaran daerah yang selama ini terlalu toleran terhadap belanja tidak produktif.
“Anggaran kegiatan sering jadi pintu masuk korupsi kecil-kecilan. Mulai dari biaya konsumsi fiktif, penginapan dilebihkan, hingga laporan kegiatan yang tidak pernah benar-benar terjadi,” ujar Eko.
Ia menambahkan, reformasi pengelolaan anggaran berbasis output dan transparansi menjadi kunci agar praktik seperti ini tidak terus berlangsung.
BPK: Belanja Perjalanan dan Konsumsi Masih Jadi Temuan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam beberapa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas APBD kabupaten/kota se-Jawa Barat mencatat, belanja rapat, perjalanan dinas, dan konsumsi masih menjadi titik rawan penyimpangan.
Dalam LHP BPK 2023, tercatat lebih dari Rp73 miliar belanja perjalanan dinas di sejumlah pemda tidak disertai bukti memadai, tidak sesuai realisasi, atau tidak sesuai ketentuan.
“Pola lama ini berulang tiap tahun. Temuannya bukan soal nominal besar, tapi menunjukkan lemahnya sistem kontrol,” ujar auditor BPK yang enggan disebut namanya.
Ombudsman: Harus Ada Pengawasan Berlapis
Sementara itu, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Barat menilai, upaya mencegah penyimpangan SPJ harus diiringi pengawasan melekat dari inspektorat daerah serta partisipasi publik.
“Rakyat punya hak tahu ke mana anggaran daerah dibelanjakan. Jika kegiatan digelar di hotel mewah dengan output minim, masyarakat berhak protes,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jabar, Hanif Alatas. (Red)