KANNIADVOKASI.ID Perjanjian dalam hukum perdata merupakan kesepakatan antara dua pihak atau lebih, baik perorangan maupun badan hukum, untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang menimbulkan akibat hukum.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Untuk dapat dianggap sah dan mengikat secara hukum, perjanjian harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Berikut adalah empat syarat sahnya perjanjian:
1. Kesepakatan Para Pihak
Perjanjian harus didasari oleh adanya kesepakatan bebas dari para pihak yang terlibat. Artinya, para pihak menyetujui isi dan maksud perjanjian tanpa adanya paksaan, kekhilafan, atau penipuan.
2. Kecakapan untuk Membuat Perikatan
Para pihak harus cakap secara hukum untuk membuat perjanjian. Berdasarkan Pasal 1330 KUHPerdata, pihak yang tidak cakap termasuk anak di bawah umur, orang yang berada di bawah pengampuan, dan mereka yang dilarang undang-undang.
Perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap akan batal demi hukum, sesuai Pasal 1446 KUHPerdata.
3. Adanya Objek Tertentu
Objek atau hal yang diperjanjikan harus jelas dan dapat ditentukan. Pasal 1332 KUHPerdata menyebutkan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi objek perjanjian.
Barang yang belum ada juga dapat dijadikan objek perjanjian, sepanjang tidak dilarang secara tegas oleh undang-undang (Pasal 1334 KUHPerdata).
4. Sebab yang Halal
Setiap perjanjian harus memiliki causa atau alasan yang halal. Pasal 1335 KUHPerdata menegaskan bahwa perjanjian tanpa sebab yang halal, atau dibuat dengan sebab yang palsu atau dilarang, tidak mempunyai kekuatan hukum.
Selain syarat-syarat di atas, dalam perjanjian kerja sama juga harus dipenuhi ketentuan tambahan, yakni: perjanjian dilakukan oleh minimal dua subjek hukum (perorangan atau badan hukum), serta menimbulkan akibat hukum berupa hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.
Haidy Arsyad, Ketua Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI) Kabupaten Bogor menegaskan pentingnya memahami syarat sah perjanjian sebelum menandatangani dokumen apa pun.
“Banyak sengketa hukum bermula dari perjanjian yang dibuat tanpa pemahaman yang matang. Padahal, KUHPerdata sudah mengatur dengan jelas empat unsur sahnya perjanjian. Jika salah satu unsur tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut bisa batal demi hukum,” jelas Haidy.
Dengan terpenuhinya semua unsur tersebut, suatu perjanjian memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan maupun penyelesaian sengketa di kemudian hari. (Red)