MINAHASA TENGGARA — Kontroversi seputar DT alias Ci Dede kembali mencuat.
Setelah ditertibkan dari aktivitas tambang emas ilegal di Posolo, Blok Limpoga, Ratatotok Selatan, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), kini muncul dugaan baru: penguasaan kawasan hutan tanpa legalitas.
Beroperasi di Kawasan Hutan Produksi Terbatas
Lahan yang digarap Ci Dede untuk aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) diduga masuk dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Aktivitas tersebut dilakukan secara masif dengan menggunakan alat berat, tanpa mengantongi izin resmi.
“Berdasarkan hasil investigasi kami, Ci Dede menjalankan aktivitas tambang di lahan yang bukan miliknya. Ia tidak memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) atas lokasi itu,” ungkap Kepala Investigasi Nasional Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI), Chandra Damopolii, Kamis 10 Juli 2025.
Upaya Rekayasa SKT Diduga Sedang Berjalan
Chandra juga mengungkap dugaan upaya Ci Dede untuk melegalkan penguasaan lahannya melalui jalur belakang.
“Kami temukan indikasi bahwa Ci Dede menyuruh kaki tangannya mengurus SKT, bahkan sejak wilayah Ratatotok masih berada di Kecamatan Tombatu,” jelasnya.
Ia menambahkan, Ci Dede kemungkinan akan beralasan bahwa lahan tersebut merupakan tanah adat untuk menghindari jeratan hukum.
KANNI Desak Penegakan Hukum
KANNI menilai aktivitas Ci Dede telah melanggar banyak aspek hukum, mulai dari penguasaan kawasan hutan tanpa izin hingga pelanggaran terhadap Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba).
“Ini bukan pelanggaran administratif biasa. Ini kejahatan terstruktur dan massif. Negara dirugikan. Aparat penegak hukum tidak boleh diam,” tegas Chandra.
Ia mendesak Polda Sulawesi Utara dan Bareskrim Mabes Polri segera turun tangan.
“Kekayaan mineral dan hutan negara tak boleh habis hanya karena pembiaran terhadap satu orang. Hukum harus ditegakkan,” pungkasnya. (*)