KANNIADVOKASI.ID – Kurangnya sosialisasi dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Kabupaten Bogor dituding sebagai penyebab ratusan pemerintah desa (Pemdes) di Kabupaten Bogor masih tertutup dalam penyediaan informasi publik.
Akibatnya, banyak warga tidak mengetahui program dan kegiatan di desa mereka.
Ketua Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI) Kabupaten Bogor, Haidy Arsyad, menegaskan bahwa masyarakat terus mengalami kesulitan dalam mengakses informasi publik desa.
Menurutnya, hal ini terjadi karena pemerintah desa tidak memahami kewajibannya, yang seharusnya menjadi tanggung jawab PPID Utama untuk memberikan edukasi dan sosialisasi.
“Pemerintah desa jelas mengabaikan Peraturan Komisi Informasi (KI) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) Desa. Regulasi ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), yang mewajibkan desa menyediakan informasi publik secara berkala, setiap saat, dan serta-merta,” ujar Haidy, Senin (21/04/2025).
Haidy menduga, selain karena ketidaktahuan perangkat desa, ada unsur kesengajaan dari sebagian Pemdes yang enggan membuka akses informasi bagi masyarakat.
“Saya sudah mengirim surat ke 165 desa di Kabupaten Bogor untuk meminta transparansi informasi publik desa. Ternyata, banyak desa yang bahkan belum memahami kewajiban mereka dalam menyediakan informasi bagi warga,” ungkapnya.
Padahal, sesuai Pasal 4 Peraturan Komisi Informasi, pemerintah desa harus memastikan keterbukaan informasi, baik yang diumumkan secara berkala maupun yang bisa diakses masyarakat setiap saat.
“Ini bukan sekadar imbauan, tapi kewajiban yang diamanatkan undang-undang. Setiap Pemdes harus patuh dan menjalankannya,” tegas Haidy.
Seorang Sekretaris Desa (Sekdes) di wilayah selatan Kabupaten Bogor mengakui bahwa hingga kini belum ada sosialisasi dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) maupun Sekretariat Daerah Kabupaten Bogor terkait pembentukan PPID Desa.
“Kami belum paham soal PPID, apalagi cara membentuknya. Sejauh ini, belum pernah ada sosialisasi dari pemerintah kabupaten,” ujar Sekdes tersebut.
Pernyataan ini memperkuat dugaan bahwa PPID Utama Kabupaten Bogor tidak menjalankan perannya secara maksimal.
Akibatnya, banyak desa tidak memiliki struktur PPID yang seharusnya bertugas mengelola informasi publik desa.
Hal ini diperkuat dengan banyaknya Pemerintah Desa yang disengketakan oleh KANNI ke Komisi Informasi Jawa Barat.
Rata-rata, pihak desa tidak membalas surat permohonan informasi publik, yang mengindikasikan dua kemungkinan.
Pertama, pemerintah desa tidak mengetahui regulasi PPID dan UU KIP, sehingga tidak memahami kewajibannya dalam menyediakan informasi publik.
Kedua, PPID Utama Kabupaten Bogor tidak berperan dan tidak menjalankan fungsinya dalam melakukan sosialisasi ke pemerintah desa.
Tanpa sosialisasi yang memadai, desa-desa di Kabupaten Bogor terus tertinggal dalam penerapan keterbukaan informasi.
Jika kondisi ini berlanjut, warga akan semakin sulit mengawasi penggunaan anggaran dan program desa.
Haidy Arsyad mendesak PPID Utama Kabupaten Bogor untuk segera mengambil langkah konkret dengan menggelar sosialisasi dan pelatihan bagi pemerintah desa.
“PPID Utama tidak boleh tinggal diam. Jika keterbukaan informasi desa terus diabaikan, bukan hanya hak publik yang dirugikan, tetapi juga rawan terjadi penyalahgunaan anggaran desa,” tegasnya.
Masyarakat berharap ada tindakan tegas dari Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat serta pemerintah daerah agar keterbukaan informasi publik di tingkat desa segera terwujud.